Nama : Gaby Clara Sinta P.W
NPM : 22211985
Kelas : 3EB03
Naratif (Cerita dari suatu peristiwa)
Tugas ke-2 Part 2 B.ndonesia 2# (Softskill)
-Membuat 2 buah tulisan pendek berbeda dengan bentuk/ sifat yang berbeda-
Ingin merasakan udara dingin
sedingin di Eropa? Melihat embun-embun yang mengkristal bahkan salju dan
gumpalan awan yang bergemuruh disertai sunrise dan sunset matahari didepan mata kita
sendiri.. sepertinya kita tidak usah jauh-jauh untuk berangkat ke luar negeri
di negeri kita sendiri pun kita dapat merasakannya.
Awalnya, saya mengira
Daratan Tinggi Dieng seperti daratan tinggi biasa lainnya yang berada di
Indonesia. Saya pun terheran ketika mencari sebuah homestay, banyak orang terutama
turis dari dalam negeri mengenakan pakaian-pakaian musim dingin. Saya pun
berpikir mereka terlalu berlebihan. Tetapi ketika saya keluar dari mobil,
menapakkan kaki ke ubin homestay yang sudah dipilih keluarga saya. Ternyata
benar-benar sangat dingin, nafas kita pun menjadi uap yang berhembus ke udara
apalagi ketika kita berbicara rasanya seperti di film – film Korea.
Tapi sayangnya, di Dieng
tidak banyak menjual makanan. Hanya warung-warung kecil saja itupun letaknya
berjauhan dari homestay yang saya singgahi. Saya menginap dua hari satu malam.
Untuk mencapai ke daerah
ini, dari Jakata kira – kira 15 jam, itupun dengan jalan yang santai. Daratan
Tinggi Dieng ini, di daerah Wonosobo Jawa Tengah. Jadi kita harus siap-siap dikejutkan oleh beberapa
tanjakan yang sangat ekstrim ketika menapakii jalanan menuju Daratan Tinggi
Dieng ini.
Kami kesini sengaja mengejar
sunrise, menikmati panorama yang indah. Dari pegunungan – pegunungan dan bukit
yang berjejer. Sengaja melepaskan penat dari aktivitas kota yang memuakkan.
Tetapi sebelum kesini, saya sarankan mnepi dulu di angkringan dari wonosobo
yang buka 24 jam.. disana banyak sekali sepeda-sepeda seperti delman yang di
kendarai oleh banyak orang dan dihias oleh lampu-lampu yang menambah daya tarik
sepeda khas wonosobo itu.
Saat tiba di homestay, saya
langsung tertidur lelap di tempat tidur. Melepas lelah dengan sekelumit arus
mudik yang membuat resah. Kira –kira dua sampai tiga jam dan setelah itu
bersih-bersih. Saya pun dibuat kesal dengan pacar kakak sepupu saya kami
sedikit bertengkar karena saluran televisi. Dan akhirnya ia pun mengalah
setelah saya adukan ke kakak sepupu saya, masa cowo doyannya nonton sinetron di
Indosiar.
Sore hari sekitar pukul
empat sore saya memulai mejelajahi Dieng, ke Kawah Dieng terlebih dahulu,ketika
mau masuk kesini saya disambut dengan kuda lumping khas Dieng lbih seram dari
kuda lumping yang biasa saya lihat, muka mereka dicat warna merah termasuk mata
dan bibir mereka kuda lumpingnya pun ditemani dengan singa, kabarnya singa itu
memang penunggu di sini. Sebaiknya bawa masker dari rumah, karena masker mahal
sekali disini. Baunya sangat menyengat, dan seperti tangkuban perahu. Tapi ini
lebih menyengat baunya. Setelah keluar dari sini, saya menyempatkan ke
kedai-kedai kecil menghilangkan rasa dingin yang sangat menusuk tulang,
mencicipi pepaya khas Dieng
Semakin malam, hawa disini
semakin sangat dingin. Nasi uduk yang saya belipun sangat dingin sekali. Teh
hangat yang saya pesan pun sama sekali tidak ada hangat-hangatnya. Semuanya
serba dingin disini.
Benar sekali, ketika sampai
di homestay saya melihat suhu termometer yang ditempel didinding, termometer
itu menunjukkan angka 10 derajat, bahkan kata pemilik homestay menjelaskan saat
bulan-bulan musim kemarau seperti ini bisa samapi titik beku yaitu 0 deraja
celcius biasanya pada bulan September.
Menggigil sampai jam 12
malam saya terjaga, dingin disini tidak seperti dingin di puncak atau
pegunungan lain. Sangat berbeda. Dan sayapun menghampiri orang-orang dibawah
yang menyalakan api untuk menghangatkan diri, mereka bercerita kalau Dieng ini
memang daratan tertinggi sedunia ke 2 pantas saja dinginnya mencapai titik
klimaks.
Keesokan harinya, dengan
udara yang masih sangat amat dingin. Saya dikejutkan dengan embun-embun di daun
yang mengkristal. Suka sekali mengamati para petani wortel, kentang, yang
sedang panen tepat didepan homestay. Saya mengamati mereka dari atas balkon.
Dan para turis-turis bule, sibuk mengabadikan mereka dengan camera. Bahkan ada
yang sampai terjun ke ladang untuk berfoto.
Oiya air panas disini harus
sampai mendidih dulu, baru terasa hangatnya. Karena kalau kita menyetel water
heater dengan setengah setengah itu tidak akan berasa hangatnya. Kedinginan
salah kepanasan juga salah, makhluk bagian tropis memang serba salah.
Ketika tepat jam 12 siang
kami pun cek out dari homestay, homestay milik penduduk disini lebih bagus
daripada hotel-hotel kecil. Tempatnya juga sangat nyaman. Tetapi sering penuh
karena banyaknya pengunjung yang datang kesini, apalagi saat musim liburan.
Menyempatkan untuk menonton
tragedi Dieng dan sejarah Dieng di Teater, dan melihat panorama Telaga Warna
juga flower garden yang letaknya dekat dengan museum.